SALAH satu jenis makanan cepat saji adalah mie. Mie ini punya beberapa jenis. Ada mie instan, mie kering, mie basah, mie rebus yang dibuat dari terigu (gandum).
Ada juga bihun, yang dibuat dari tepung beras. Lalu soun yang dibuat dari pati tepung kacang hijau. Ada juga yang dibuat dari campuran tepung terigu dan beras, tepung tapioka, tepung kentang atau tepung soba.
Dari semua jenis mie itu, yang paling populer tentu mie instan, dengan berbagai merek dan cita rasanya, baik dalam kemasan plastik polietilen maupun polistiren (styofoam) dalam bentuk cangkir atau mangkuk.
Mie instan sebenarnya sangat panjang. Kemudian dilipat, digoreng, dan dikeringkan dalam oven panas. Penggorengan inilah yang membuat mie mengandung lemak. Bahan baku utama mie instan memang tepung terigu. Namun selama proses pembuatannya, dipakai juga minyak sayur, garam, natrium polifosfat (pengemulsi, penstabil, dan pengental), natrium karbonat dan kalium karbonat (keduanya pengatur keasaman), tartrazive (pewarna kuning).
Kadang natrium polifosfat dicampur guar gum. Bahan lain adalah karamel, hidrolisat protein nabati, ribotide, zat besi, dan asam malat yang fungsinya tidak jelas. Selain minyak sayur, ada pula food additive, yaitu bahan-bahan kimia yang ditambahkan selama proses pengolahan makanan agar makanan tersebut memiliki sifat-sifat tertentu.
Bumbu mie, seperti garam, gula, cabai merah, bawang putih, bawang merah, saus tomat, kecap, vetsin (MSG) dan bahan cita rasa (rasa ayam, rasa udang, rasa sapi) juga banyak menggunakan additive. Belum lagi styrofoam dalam mie cangkir yang dicurigai bisa menyebabkan kanker.
Mie instan mengandung karbohidrat dan lemak karena dikeringkan dengan cara digoreng dengan minyak. Makanan instan sebetulnya kurang mengandung protein, serat, dan vitamin.
"Bumbunya biasanya mengandung banyak garam sehingga tidak baik bagi penderita tekanan darah tinggi dan MSG (monosodium glutamat) atau penyedap rasa. MSG dapat menyebabkan demam, rasa lelah, dan sakit kepala bagi yang sensitif terhadap MSG," jelas dr Sonia Wibisono.
Makanan instan biasanya hanya mengandung zat karbohidrat dan lemak saja, tanpa tambahan lauk atau sayuran. Sehingga tidak mencukupi asupan gizi.
"Jadi, sebaiknya jangan memakan makanan instan setiap hari. Sekali-sekali boleh kalau bisa, hanya sekali seminggu atau kurang. Karena tubuh membutuhkan variasi makanan untuk melengkapi gizi yang diperlukan," sambung dokter cantik ini.
Ketika hendak menyiapkan atau menyajikan mie instan, lanjut dr Sonia, sebaiknya tidak semua bumbu dituangkan atau dipakai. Secukupnya saja untuk mengurangi garam dan MSG yang masuk ke dalam tubuh. Sebaiknya tambahkan lauk seperti ayam atau telur dan sayuran ke dalam mie instan.
"Wajar jika mie instan disukai karena praktis, cepat, lezat, dan murah. Tapi tahukah Anda bahwa mie instan memiliki kandungan gizi yang sangat minim dan bahkan zat additive tak baik untuk wanita yang tengah hamil dan juga balita?," tanyanya.
Meski risiko akibat additive tak langsung kelihatan, namun menurut Arlene Eisenberg, dalam buku berjudul What to Eat When You`re Expecting, ibu hamil sebaiknya menghindari makanan yang banyak mengandung additive. Bagi balita, bahan-bahan yang sebenarnya tak dibutuhkan tubuh ini juga bisa memperlambat kerja organ-organ pencernaan.
"Efeknya sih pasti mengurangi kesegaran dan kecantikan. Karena kan tubuh kurang nutrisi dan mie instan itu banyak mengandung MSG-nya," tandas dr Sonia.
Kandungan utama mie adalah karbohidrat. Ada juga protein tepung dan lemak, baik dari mienya sendiri maupun dari minyak sayurnya.
"Jika dilihat komposisi gizinya, mie memang tinggi kalori. Namun sangat minim zat-zat gizi penting lain seperti vitamin, mineral, dan serat," jelas dokter kelahiran Jakarta, 11 Oktober 1977 ini.
Karena itulah, mie tak perlu dikonsumsi setiap hari. Cukup sesekali dan perlu ditambahkan sayuran seperti kol, sawi, tomat, brokoli, wortel, kecambah, udang telur, sosis, atau kornet.
Hati-hati, Mie Instant Dapat Mengganggu Kesehatan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar